MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
MENGENAL
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Tiara
Cendekiawaty1, Marsigit2
Pendidikan Matematika Universitas Negeri
Yogyakarta1, 2
PENDAHULUAN
Filsafat adalah ilmu
yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dengan
tanpa dipenggal-penggal menggunakan pikiran atau rasio. Filsafat juga merupakan
pandangan hidup bagi seseorang atau sekelompok orang yang dijadikan konsep dasar
kehidupannya agar dapat menggapai apa yang dicita-citakan. Pada dasarnya setiap
orang dalam hidupnya pasti berfilsafat. Berfilsafat dapat dimulai dengan
pertanyaan “mengapa”. Mengapa merupakan lambang dari usaha untuk mencari tahu
sebab akan suatu hal. Untuk menggapai kata mengapa juga seseorang pasti
memikirkan akibat akan suatu hal yang terjadi. Cabang dari filsafat sangatlah
banyak. Salah satunya adalah filsafat ilmu. Menurut Michael V
Berry, filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan teori-teori
ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode
ilmiah. Jadi, filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mengkaji secara
mendalam tentang dasar-dasar ilmu.
Dasar-dasar ilmu yang
dikaji meliputi salah satunya adalah matematika dan pendidikan matematika.
Ketika mengkaji matematika maka lahirlah filsafat matematika. Begitu pula
ketika mengkaji pendidikan matematika maka lahirlah filsafat pendidikan
matematika. Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang bertujuan untuk
merenungkan dan menjelaskan sifat dari matematika. Sedangkan filsafat
pendidikan matematika adalah cabang filsafat yang mencakup tiga hal yaitu
tujuan dan nilai pendidikan matematika, teori belajar, teori mengajar. Dari
pengertian terlihat jelas bahwa secara filsafat, matematika dan pendidikan
matematika tidaklah sama.
Apabila dilogikakan
matematika akan lebih mengarah kepada matematika murni yang cocok dipelajari
atau diajarkan untuk orang dewasa. Sedangkan pendidikan matematika lebih
mengarah kepada pendidikan matematika atau matematika yang diajarkan di sekolah
untuk anak-anak. Pendidikan matematika tidak hanya terkait dengan materi dari
matematika itu sendiri tetapi juga terkait dengan psikologi yang diajarkan.
Tetapi sejauh ini ketika guru mengajarkan matematika kepada siswa itu seperti
mengarah kepada matematika murni bukan pendidikan matematika. Hal ini terlihat
dari ketika guru memberikan definisi, aksioma ataupun teorema seperti mengajarkan
kepada orang dewasa bukan kepada anak-anak. Artinya guru hanya memperhatikan
aspek matematikanya saja tanpa memperhatikan aspek psikologi siswa. Hal ini
tentunya sangat berpengaruh kepada siswa. Pemberian definisi melalui simbol
verbal dan simbol visual akan sangat menyulitkan siswa dalam memahami konsep
matematika yang diajarkan karena proses berpikir anak-anak dengan orang dewasa
tentunya sangat berbeda. Memang benar anak-anak dan orang dewasa dalam
belajarnya memunculkan intuisi tetapi konteks dan tingkat kekompleksannya sudah
berbeda. Hal ini kembali mengacu pada filsafat yaitu harus sesuai dengan ruang
dan waktu. Anak-anak akan lebih memahami suatu konsep apabila mereka didekatkan
dengan kehidupan sehari-harinya karena anak-anak belajar melalui pengalaman
belajar yang didapatkannya. Anak-anak akan lebih mudah dalam mengkonstruk
konsep matematikanya sendiri apabila anak-anak dapat melakukan abstraksi dengan
diberikan contoh dan bukan contoh yang bervariasi. Maka dari itu, terlihat
jelas bahwa matematika dan pendidikan matematika merupakan dua hal yang
berkaitan tetapi berbeda. Apabila guru benar-benar dapat mengaplikasikan
filsafat ke dalam pembelajaran sesuai dengan ruang dan waktu maka dalam
mengajar guru tentu melihat siapa yang diajarnya sehingga agar konsep-konsep
yang diajarkan dapat dipahami.
PEMBAHASAN
A.
Filsafat
1.
Pengertian Filsafat
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani
yaitu “philosophia”. Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu
“philos” dan sophia. Philos berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia
memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti
dari kata philosophia adalah cinta pengetahuan. Filsafat memiliki banyak
definisi, tergantung kepada siapa yang membuat definisi tersebut. Berikut
beberapa definisi filsafat menurut ahli:
a.
Plato
(428-348 SM): Pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang
asli. Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
b.
Aristoteles
(384-322 SM): Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
c.
Rene
Descartes: Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
d.
Immanuel
Kant (1724-1804): Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan:
1.
Apakah
yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2.
Apakah
yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3.
Sampai
dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4.
Apakah
yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi)
Dari beberapa definisi filsafat diatas, dapat
disimpulkan bahwa filsafat adalah Filsafat
adalah pandangan hidup manusia yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Jadi, filsafat merupakan landasan/dasar
hidup manusia. Belajar filsafat artinya mendudukan kembali kesadaran manusia.
Artinya, ketika manusia merasa sudah memahami akan sesuatu sebenarnya manusia
tersebut hanya memahami sebagian saja. Hal ini tentu saja menjadi persoalan
hidup. Persoalan hidup tersebut dapat dipercahkan melalui pembuatan anti-tesis
sesuai ruang dan waktu dari tesis-tesis yang sudah ada yang dimulai dengan kata
“mengapa”. Oleh karena itu, filsafat
sebenarnya merupakan sarana refleksi bagi manusia. Sebenar-benarnya
manusia yang berfilsafat adalah mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada.
Kemampuan mengadakan tersebut tergantung dari ketelitian berpikir manusia.
2.
Aliran-aliran Filsafat
No
|
Aliran
Filsafat
|
Tokoh
|
1.
|
Nativisme
|
Arthur
Schopenhauer
|
2.
|
Empirisme
|
David
Hume, George Berkeley, John Locke
|
3.
|
Idealisme
|
Plato,
Elea dan Hegel, Immanuel Kant, David Hume, Al-Ghazali
|
4.
|
Realisme
|
Aristoteles,
Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo,
David Hume, John Stuart Mill
|
5.
|
Materialisme
|
Demokritos,
Ludwig Feurbach
|
6.
|
Pragmatisme
|
John
Dewey, Charles Sandre Peirce, Wiliam James, Heracleitos
|
7.
|
Perenialisme
|
Jean
Paul Sartre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper,
Gabril Marcel, Paul Tillich
|
8.
|
Esensialisme
|
Willian
C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, Isac L. Kandell
|
9.
|
Progresivisme
|
George
Axetelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B, Thomas, Frederick C.
Neff
|
10.
|
Rekonstruksionisme
|
Caroline
Pratt, George Count, Harold Rugg
|
11.
|
Positivisme
|
Auguste
Comte
|
12.
|
Rasionalisme
|
Rene
Descartes
|
13.
|
Sosialisme
|
Karl
Marx
|
14.
|
Komunisme
|
Vladimir
Lenin
|
15.
|
Kapitalisme
|
Karl
Marx
|
16.
|
Postmodernisme
|
Michel
Fouchault
|
17.
|
Naturalisme
|
John Dewey
|
18.
|
Individualisme
|
Immanuel
Kant
|
19.
|
Konstruktivisme
|
Gestalt
|
20.
|
Humanisme
|
William James
|
21.
|
Neoliberalisme
|
F. A. Hayek, Milton Friedman, Gary S.
Becker, George Stigler
|
22.
|
Nihilisme
|
Friedrich
Nietzsche
|
3.
Ciri-ciri Berpikir Filsafat
Menurut Sudarsono (Kristiawan, 2016: 7) terdapat
ciri-ciri berpikir filsafat. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Metodis:
menggunakan metode dan cara yang lazim digunakan oleh filsuf (ahli filsafat)
dalam proses berfikir.
b.
Sistematis:
berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan
sehingga tersusun suatu pola pemikiran filosofi.
c.
Koheren:
di antara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan
dan tersusun secara logis.
d.
Rasional:
mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah
logika).
e.
Komprehensif:
berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut pandang (multidimensi)
f.
Radikal:
berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan
esensi yang sedalam-dalamnya.
g.
Universal:
muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan
manusia secara keseluruhan.
Dari beberapa poin diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa filsafat berasal dari kata “mengapa”. Kalimat tersebut membuat
manusia menggunakan akal pikiran/logika/rasionya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan yang telah dilontarkan. Karena objek filsafat adalah yang ada dan
mungkin ada, maka yang ada dan mungkin ada itu disebut dengan tesis. Sedangkan
pertanyaan-pertanyaan akan tesis yang muncul disebut dengan anti-tesis. Belajar
filsafat harus sesuai ruang dan waktu dan dipelajari dengan metode: mendalamkan
sedalam-dalamnya hingga tidak bisa terjangkau oleh pikiran sendiri dan
meluaskan hingga seluas-luasnya hingga tidak bisa dijangkau oleh pikiran walaupun
bagi orang lain sempit. Hal ini menunjukkan bahwa ketika belajar filsafat tidak
bisa sepenggal-sepenggal, dipadatkan, diringkas sehingga tidak ada satupun sisi
yang tertutupi atau melihat seluruh sudut pandang.
4.
Manfaat Filsafat
Menurut Kristiawan (2016: 6) filsafat memiliki
beberapa manfaat dalam kehidupan sehari-hari. manfaat tersebut diantaranya yaitu:
a.
Sebagai
dasar dalam bertindak.
b.
Sebagai
dasar dalam mengambil keputusan.
c.
Untuk
mengurangi salah paham dan konflik.
d.
Persiapan
menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
e.
Menjawab
keraguan.
Filsafat adalah landasan/dasar hidup bagi
seseorang. Oleh karena itu, setiap tindakan, ucapan, bahkan pemikiran manusia
mempunyai landasan. Landasan tersebut berupa norma-norma dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena filsafat juga merupakan hasil oleh pikir, maka filsafat
dapat mengurangi kesalahpahaman dan konflik-konflik yang terjadi. Ketika terjadi
kesalahpahaman dan konflik, manusia akan berpikir bagaimana cara untuk
menyelesaikan hal tersebut. Manusia akan berusaha menyatukan segala
perbedaan-perbedaan yang ada melalui pemikirannya. Dengan filsafat, manusia
siap untuk menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Hal ini karena manusia
senantiasa berpikir kritis sehingga mampu memfilter segala sesuatu yang terjadi
dalam hidupnya sehingga ia siap untuk menghadapi berbagai perubahan. Filsafat
juga menjawab berbagai keraguan yang ada dengan berpikir untuk mencari
anti-tesis dari tesis-tesis.
B.
Filsafat
Pendidikan
1. Pengertian Filsafat Pendidikan
Dalam
pandangan John Dewey (1957), pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya
rasa (emosi) manusia. Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha
mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari
masyarakat dan kehidupan
alam sekitarnya. Jalaluddin & Idi (2012) juga menyatakan bahwa pendidikan
diartikan sebagai suatu proses usaha manusia dewasa yang telah sadar akan
kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai
dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi
manusia yang sadar dan bertanggungjawab akan tugas-tugas hidupnya, sesuai
dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Ki Hajar Dewantara
berpendapat bahwa pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup
yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Menurut
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi di dalam diri untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari
beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar manusia untuk dapat hidup sebagai makhluk hidup yang sesungguhnya dan
bertanggungjawab akan dirinya sendiri.
Dari
uraian definisi pendidikan diatas, maka filsafat pendidikan adalah cabang
filsafat yang mengkaji tentang pendidikan. Artinya filsafat pendidikan berusaha
untuk mencari solusi-solusi dari permasalahan yang muncul dalam dunia
pendidikan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Imam Barnadib yang menyatakan
bahwa filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakekatnya merupakan
jawaban-jawaban dalam bidang pendidikan. Jalaluddin & Idi (2012) juga
menyatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan kaidah filosofis dalam bidang
pendidikan yang merupakan aspek-aspek pelaksanaan prinsip-prinsip kepercayaan
yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. Jadi, filsafat dalam dunia
pendidikan menjadi landasan/dasar dari pemikiran-pemikiran filsafat. Filsafat
sangat membantu di dunia pendidikan dalam menjawab persoalan-persoalan yang
muncul karena dengan menerapkan filsafat dalam dunia pendidikan, akan muncul
pertanyaan-pertanyaan seperti apakah penyebab dari masalah yang timbul,
bagaimana cara mengetahui akar dari permasalahan tersebut, apa solusi yang
tepat untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut, apa penelitian yang
tepat untuk meneliti permasalah tersebut, dan lain sebagainya. Dari situlah
dapat diketahui filsafat dan pendidikan tidak dapat dipisahkan. Filsafat
membuat seseorang mampu melogikakan sesuatu dengan memperhatikan norma-norma
yang berlaku.
2. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Tidak
berbeda dengan filsafat pada umunya, filsafat pendidikan juga mempunyai
beberapa aliran yang dianut. Aliran tersebut tetap berlandaskan kepada filsafat
pada umumnya. Aliran tersebut diantaranya yaitu:
a. Aliran
Progressivisme
Aliran
progressivisme menurut Jalaluddin & Idi (2012: 78) merupakan aliran
pendidikan yang mengakui dan berusaha mengembangkan asas progressivisme dalam
semua realita kehidupan, agar manusia bisa bertahan menghadapi semua tantangan
hidup. Tokoh-tokoh aliran progressivisme ini antara lain Williams James, John
Dewey, dan Hans Vaihinger. Jika dikaitkan dengna dunia pendidikan, maka
mengarah kepada pengetahuan didapat pengalaman-pengalaman. Tak hanya melalui
pengalaman saja, pengetahuan juga didapat melalui modifikasi pengetahuan yang
lalu dengan realita baru dan juga bahasa yang digunakan untuk berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, aliran progressivisme menuntuk kepada para
penganutnya untuk selalu maju (progress)
dengan bertindak secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif, dan dinamis.
Jika dikaitkan dengan pembelajaran maka aliran progressivisme menuntut guru
untuk selalu memberikan inovasi pembelajaran kepada siswa. Pembelajaran
inovatif tentu akan menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan sehingga siswa
memiliki pengalaman belajar yang bermakna sehingga proses pembelajaran tidak
hanya sekedar proses transfer ilmu tetapi juga siswa dapat mengkonstruk
pengetahuannya sendiri melalui modifikasi pengetahuan lamanya dan bahasanya
sendiri sehingga siswa bebas dalam berkreasi dan mengembangkan pengetahuannya.
b. Aliran
Essensialisme
Aliran
essensialisme menurut Jalaluddin & Idi (2012: 95) merupakan aliran
pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak
awal peradaban umat manusia. Tujuan umum dari aliran essensialisme adalah
membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat. Realisme dan idealisme
mendukung aliran essensialisme. Aliran essensialisme mendefinisikan belajar
sebagai jiwa yang berkembang dengan sendirinya sebagai substansi spritual yang
membina dan menciptakan diri sendiri. Pada intinya, aliran essensialisme
menganggap belajar adalah proses interaksi dengan yang ada alam atau proses
menerima pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari kehidupan sosialnya. Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Jalaluddin & Idi (2012: 104) yang
menyatakan bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah ditentukan
oleh alam sosial. Belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh
nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul dan tambah, dikurangi, dan
diteruskan pada angkatan berikutnya. Jika aliran essensialisme dikaitkan dengan
pembelajaran, maka pembelajaran akan selalu dikaitkan dengan alam semesta dan
spiritualisme.
c. Aliran
Perennialisme
Menurut Jalaluddin
& Idi (2012: 106) perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali
atau proses pengembalian keadaan sekarang. Muhammad Noor Syam (Jalaluddin &
Idi (2012: 107) menyatakan bahwa perennialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang. Jika dikaitkan dengan kehidupan zaman sekarang, bisa dilihat dari
bagaimana pergaulan anak muda zaman sekarang. Semua hanya ingin yang serba
instan tanpa mau berusaha lebih. Hal ini sedikit berlawanan dengan kehidupan
anak zaman dahulu. Apabila dilihat dari segi pengaruh masyarakat dan sekolah.
zaman dahulu, masyarakat akan mendukung penuh kebijakan dari sekolah karena
masyarakat menganggap sekolah dapat diandalkan dan mempunyai tujuan yang baik
untuk setiap kebijakannya. Siswapun mematuhi dan tertib dengan segala kebijakan
yang dibuat sekolah. Berbeda dengan sekarang dimana pengaruh masyarakat lebih
besar daripada sekolah. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Paul yang
menunjukkan bahwa pengaruh masyarakat dan apa yang terjadi diluar sangat kuat
bagi mereka dari pada pengaruh sekolah yang hanya mereka alami dari jam 7
sampai jam 13. Maka kadang sekolah mengalami kesulitan dalam menanamkan nilai
baik karena dengan mudah hancur di tengah masyarakat yang tidak mendukung. Pada
zaman dahulu juga tidak ada perbedaan status setiap sekolah. Berbeda dengan
beberapa waktu yang lalu dimana Indonesia sempat menerapkan sistem RSBI, SBI,
SSN yang akhirnya menyebabkan kesenjangan dalam dunia pendidikan. Pada akhirnya,
sekarang RSBI, SBI, dan SSN sudah dihapuskan dan kembali seperti zaman dahulu
sehingga tidak menyebabkan kesenjangan sekolah lagi.
C.
Filsafat
Matematika
1.
Pengertian Filsafat Matematika
Filsafat
matematika adalah cabang filsafat yang mengkaji dan menjelaskan sifat dari
matematika. Dengan filsafat, banyak pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
matematika. diantaranya yaitu: apa dasar untuk pengetahuan matematika, apakah
sifat kebenaran matematika, apa ciri kebenaran matematika, apa pembenaran untuk
pernyataan mereka, mengapa kebenaran matematika kebenaran yang diperlukan, dan
lain sebagainya.
Matematika
adalah cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika merupakan metode
berpikir yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan dan membuat
keputusan benar tidaknya sesuatu. Menurut Suyitno (2010) matematika memiliki
ciri: (1) objek yang dikaji abstrak, (2) mendasarkan diri pada
kesepakatan-kesepakatan, (3) sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif, dan
(4) matematika dijiwai dengan kebenaran konsisten yaitu kebenaran yang
didahului oleh kebenaran-kebenaran sebelumnya. Jika konsisten dengan ciri
matematika ini, maka pendidikan matematika juga harus disusun dengan
mencerminkan ciri-ciri tersebut.
Ada
beberapa hakekat dari matematika, diantaranya yaitu (1) matematika sebagai
sarana berpikir deduktif, (2) matematika bersifat terstruktur, (3) matematika
sebagai ratu dan pelayan ilmu, (4) matematika sebagai bahasa, dan (5)
matematika bersifat kuantitatif. Adapun karakteristik dari matematika, yaitu
(1) memiliki objek yang abstrak, (2) bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola
pikir deduktif, (4) memiliki simbol yang kosong dari arti, (5) memperhatikan
semesta berpikir, dan (6) konsisten dalam sistemnya.
Dalam
matematika penggunaan imajinasi, intuisi, dan penalaran untuk memperoleh
ide-ide baru dan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang problematik. Dalam
konteks ini, matematika mengacu kepada matematika murni. Ketika berbicara
tentang matematika murni maka akan mengarah kepada proses berpikir abstrak
dimana lebih cocok diajarkan atau dipelajari oleh orang dewasa.
2. Aliran-aliran dalam Matematika
a. Logisisme
Logisisme dikembangkan oleh filsuf
Inggris Bertrand Arthur William Russell (1872-1970) pada tahun 1903. Prinsipnya
menjelaskan bahwa matematika semata-mata merupakan deduksi-deduksi dengan
prinsip-prinsip logika. Matematika dan logika merupakan bidang yang sama,
karena seluruh konsep-konsep dan teorema-teorema diturunkan dari logika.
b. Formalisme
Formalisme dikembangkan oleh filsuf
David Hilbert (1862-1943) dari Jerman. Menurut pandangannya sifat alami
matematika adalah sebagai sistem lambang yang formal. Matematika berhubungan
dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol dan proses pengolahan terhadap
lambang-lambang itu. Simbol-simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang
menjadi objek matematika. Bilangan misalkan dipandang sebagai sifat-sifat
struktural yang paling sederhana. Dengan simbol abstrak yang dilepaskan dari
suatu sifat tertentu dan hanya bentuknya saja, aliran ini berusaha menyelidiki
berbagai sistem matematika. Menurut pandangan aliran ini matematika merupakan
ilmu tentang sistem-sistem formal.
c. Intusionisme
Aliran intusionisme dipelopori oleh
ahli matematika Belanda Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966). Aliran ini
bertolakbelakang dengan aliran formalisme. Aliran ini memandang bahwa
matematika adalah sama dengan bagian eksak dari pemikiran manusia. Ketepatan
dalil-dalil matematika terletak pada akal manusia (human intelect) dan tidak pada simbol-simbol di atas kertas.
Matematika didasarkan pada suatu ilham dasar (basic intuition) mengenai kemungkinan membangun sebuah barisan
bilangan yang tak terhingga. Intuisi pada hakekatnya sebagai suatu aktivitas
berpikir yang tak tergantung pada pengalaman, bebas dari bahasa simbolisme,
serta bersifat objektif.
D.
Filsafat
Pendidikan Matematika
1. Pengertian Filsafat Pendidikan
Matematika
Filsafat
pendidikan berusaha untuk mencari solusi-solusi dari permasalahan yang muncul
dalam dunia pendidikan, maka filsafat pendidikan matematika adalah ilmu yang
mengkaji tentang permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pendidikan
matematika serta mencari solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut.
Melalui kajian filsafat yang diterapkan pada pendidikan matematika maka akan
muncul pertanyaan-pertanyaan berdasarkan permasalahan yang muncul seperti
mengapa matematika menjadi momok bagi siswa, strategi/model/pendekatan apa yang
tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika, bagaimana cara menjadikan
matematika menjadi pelajaran yang disukai oleh siswa, bagaimana agar siswa
dapat memahami konsep dari suatu materi matematika, dan lain sebagainya.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dicari solusinya melalui
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh guru terutama guru matematika.
Pendidikan
matematika tentunya berbeda dengan matematika. Pendidikan matematika adalah
matematika yang diajarkan di sekolah. Ketika berbicara mengenai sekolah maka
akan mengacu kepada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Matematika di sekolah tentu saja mengajarkan tentang materi/konsep dari
matematika itu sendiri tetapi tidak semua materi diajarkan di sekolah. Ada
pertimbangan yang menjadi hal pokok tentang mengapa tidak semua materi
matematika diajarkan di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah yaitu
karena siswa di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah termasuk
anak-anak. Adapun beberapa pertimbangan lain yang dikemukakan oleh Suyitno
(2010), diantaranya yaitu:
1. Disesuaikan
dengan materi pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah-sekolah di luar
negeri, khususnya di negara maju.
2. Materi
matematika tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan-kemampuan para
siswa.
3. Dengan
mempelajari materi matematika tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi
siswa.
4. Materi
matematika dipilih yang dapat membawa siswa untuk mampu mengikuti perkembangan
iptek.
Tidak
berbeda dengan matematika, pendidikan matematika juga mengenal objek
matematika. Objek matematika berupa objek langsung dan objek tidak langsung.
Objek langsung meliputi fakta, konsep, prinsip, dan skill. Sedangkan objek
tidak langsung meliputi (1) kemampuan untuk melakukan bukti teorema (theorem proving), (2) kemampuan dalam
memecahkan masalah (problem solving),
(3) kemampuan untuk menularkan cara belajar matematika yang dapat ditranfer ke
pelajaran yang lain (transfer of learning),
(4) kemampuan untuk mengembangkan intelektual melalui belajar matematika (intellectual development), (5) kemampuan
untuk bekerja secara individu (working individually),
(6) kemampuan untuk bekerja dalam kelompok (working
in group), dan (7) memiliki sikap positif (positive attitudes).
2. Ontologi Pendidikan Matematika
Ontologi
menurut Jalaluddin & Idi (2012: 77) adalah ilmu hakekat yang menyelidiki
alam nyata dan bagaimana keadaan sebenarnya, apakah hakekat di balik alam nyata
ini. Jadi, ontologi dalam pendidikan matematika sendiri berkaitan dengan
hakekat dari pendidikan matematika itu sendiri. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran
matematika, maka ontologi pendidikan matematika membahas bagaimana guru membimbing
siswa untuk memahami realita dan membimbing siswa untuk memiliki kesadaran
tentang kebenaran yang berpangkal atas realita tersebut yang merupakan stimulus
untuk menyelami kebenaran dalam konsep matematika. Sehingga hakekat pendidikan
matematika adalah usaha sadar dari guru untuk membantu siswa dalam mencapai
tujuan belajarnya secara efektif dengan mengoptimalkan proses berpikir siswa
dalam mengolah informasi.
Pendidikan
matematika merupakan bagian dari matematika karena pendidikan matematika
menjadi dasar bagi matematika di sekolah. Apabila dilogikakan hal ini seperti
anak-anak merupakan awalan/fase yang dilalui seseorang untuk menjadi dewasa.
Maka dari itu, untuk dapat memunculkan objek matematika dalam pendidikan
matematika kepada siswa maka guru tidak bisa menyamakan dengan memunculkan
objek matematika dalam matematika. Pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah apabila guru dalam mengajarkan matematika kepada siswa lebih
mendekatkan kepada kehidupan sehari-hari siswa dan menyelami proses berpikir
siswa.
Sebagai
contoh dalam pendidikan matematika, ketika ingin mengajarkan konsep segitiga
kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah guru tidak bisa
langsung memberikan definisi segitiga sekalipun dalam bentuk simbol verbal dan
simbol visual seperti yang biasa terjadi dalam pembelajaran pada umumnya. Hal
ini akan menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami makna sebenarnya dari
segitiga. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dnegan memberikan
definisi secara tidak langsung. Artinya guru memfasilitasi siswa dengan
memberikan berbagai macam contoh dan bukan contoh dan bagaimana awal mula rumus
dari luas segitiga. Dengan begitu siswa akan mengabstraksikan
informasi-informasi yang diberikan guru sehingga siswa nantinya akan dapat
mengkonstruk konsep dari segitiga dengan sendiri. Hal ini tentu akan lebih
bermakna daripada hanya sekedar memberikan definisi segitiga dalam bentuk
simbol verbal/visualnya saja.
3. Epistemologi Pendidikan Matematika
Epistemologi menurut Jalaluddin & Idi (2012: 77)
merupakan pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan
jenis-jenis pengetahuan. Jadi, epistemologi pendidikan matematika adalah
logika pikiran manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana
siswa memperoleh pengetahuan matematikanya, sejauh mana kemampuan matematika
siswa, dan lain sebagainya. Maka, setiap pengetahuan siswa merupakan hasi dari
pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan oleh guru. Menurut Jalaluddin &
Idi (2012: 77) epistemologi ini membahas
sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakikat
pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia
memberikan kebenaran kepada murid-muridnya. Sehingga, epistemologi pendidikan
matematika berkaitan dengan metode pembelajaran, alat pengembangan, dan
sumber-sumber dan batas-batas pengembangan dalam pendidikan matematika.
a.
Metode
Pembelajaran Pendidikan Matematika
Ada berbagai
metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Berikut adalah metode pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran
matematika:
1) Metode
ceramah/konvensional
2) Metode
diskusi
3) Metode
pemecahan masalah (problem solving
learning)
4)
Metode mind-mapping
5) Metode
inquiry
6) Metode
discovery learning
7) Metode
role-playing
b.
Alat
Pengembangan Pendidikan Matematika
Alat
pengembangan pendidikan matematika berupa media yang dapat membantu guru selama
pembelajaran dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Media tidak hanya akan
membantu guru dalam segi penanaman konsep kepada siswa tetapi juga meningkatkan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Handika (2017) yang menyatakan bahwa penggunaan media ternyata
berimplikasi pula terhadap proses pembelajaran di ruang kelas, yakni dapat
membantu guru dalam penyampaian materi pelajaran, dan dapat menciptakan suasana
belajar yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM).
Alat pengembangan ini dapat berupa alat peraga konkret atau software
matematika. media memang akan membantu dalam segi ketepatan, kecepatan,
keterampilan, dan eksplorasi materi tetapi sebelumnya guru harus menanamkan
dahulu konsep materi yang dipelajari kepada siswa. Menurut Mahnun (2012)
keberhasilan media dalam meningkatkan kualias belajar siwa ditentukan pada
bagaimana kemampuan guru dalam memilih media yang akan digunakan. Ada beberapa
pertimbangan yang perlu dilakukan oleh guru untuk memilih media yaitu (a)
pertimbangan siswa, (b) pertimbangan tujuan pembelajaran, (c) pertimbangan
strategi pembelajaran, (d) pertimbangan kemampuan dalam merancang dan menggunakan
media, (e) pertimbangan biaya, (f) pertimbangan sarana dan prasarana, dan (g)
pertimbangan efesiensi dan efektifitas. Jadi, untuk menggunakan media
pembelajaran guru harus memperhitungkan hal-hal yang penting sehingga tujuan
dari penggunaan media pembelajaran tersebut dapat tercapai dan bermakna bagi
siswa.
c.
Sumber-sumber
dan Batas-batas Pengembangan Pendidikan Matematika
1) Sumber-sumber
Pengembangan Pendidikan Matematika
Sumber
pembelajaran merupakan sarana dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang tepat dan optimal. Sumber belajar dibuat dan
disajikan selayaknya tidak hanya mudah dipahami dan ringan untuk dilakukan dan
sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungan sekolah, tetapi juga bermakna bagi
siswa. Apalah gunanya sumber belajar apabila hanya mengulur waktu selama
pembelajaran dan tidak sesuai dengan tujuannya. Salah satu sumber belajar
adalah media pembelajaran. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa menurut
Mahnun (2012) keberhasilan media dalam meningkatkan kualias belajar siwa
ditentukan pada bagaimana kemampuan guru dalam memilih media yang akan
digunakan. Jadi, dalam pengembangan sumber-sumber pembelajaran, guru harus memperhatikan
hal-hal penting.
2) Batas-batas
Pengembangan Pendidikan Matematika
Batasan
pengembangan pendidikan matematika yakni adalah seperti apa yang tercantum
dalam GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran). Menurut Atmoko GBPP adalah
deskripsi singkat mengenai mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum
pendidikan. GBPP berisikan rumusan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa,
pokok-pokok materi (pokok bahasan dan sub pokok bahasan), pengalaman belajar,
estimasi waktu, dan sumber kepustakaan. Manfaat dari GBPP adalah memberi
petunjuk secara keseluruhan mengenai tujuan (kompetensi) dan ruang lingkup
materi yang harus dipelajari oleh siswa. Hal ini terlihat dalam RPP yang biasa
dibuat oleh guru. Mengenai kompetensi, dalam kurikulum 2013 terbagi menjadi
kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh siswa.
Kompetensi inti terbagi menjadi 4 kompetensi inti yang harus dicapai oleh
siswa, diantaranya yaitu: (1) kompetensi inti 1 (KI 1) yang berkenaan dengan
spiritual, (2) kompetensi inti 2 (KI 2) yang berkenaan dengan sikap sosial, (3)
kompetensi inti 3 (KI 3) yang berkenaan dengan aspek pengetahuan, dan (4)
kompetensi inti 4 (KI 4) yang berkenaan dengan keterampilan. Sedangkan
kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik dan kemampuan
peserta didik, dan kekhasan masing-masing dari mata pelajaran. Kompetensi dasar
(KD) dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti (KI)
4. Aksiologi Pendidikan Matematika
Menurut Jalaluddin
& Idi (2012: 78) aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan
apakah yang baik atau bagus itu. Secara singkat aksiologi adalah pengetahuan
yang menyelidiki tentang nilai-nilai (value).
Muhammad Noor Syam (Jalaluddin & Idi, 2012: 78) menyatakan bahwa aksiologi
merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan senua nilai
tersebut dalam kehidupan manusia. Jadi, aksiologi pendidikan matematika
merupakan pengaplikasian nilai-nilai matematika ke dalam kehidupan sehari-hari
atau bisa jadi kebermanfaatan dari nilai-nilai metamtika yang dapat digunakan
pada bidang lain.
Pada
pembelajaran matematika di sekolah, aksiologi dari pendidikan matematika itu
tidak hanya menunjukkan bahwa tujuan dari pembelajaran ini difokuskan pada
kuantitas pengetahuan saja, tetapi juga kuantitas kehidupan sebagai akibat dari
diperolehnya pengetahuan. Dalam hal ini, matematika bukan hanya sekedar ilmu
pengetahuan yang harus dipelajari sebagai syarat kelulusan melainkan juga
matematika itu mengandung nilai etik dan estetika yang bermanfaat bagi
kehidupan. Seperti halnya yang telah tercantum pada kurikulum 2013, bahwa
pembelajaran itu mencakup 4 aspek yaitu aspek spiritual, aspek sikap, aspek
pengetahuan, dan aspek keterampilan yang tercantum dalam kompetensi inti (KI).
Ketika
tujuan siswa mempelajari suatu materi, maka tidak hanya dari dilihat dari aspek
pengetahuannya saja melainkan juga dengan tujuan berdasarkan aspek spiritual,
aspek sikap, dan aspek keterampilan. Sebagai contoh, ketika siswa mempelajari
materi perkalian suatu bilangan. Dilihat dari aspek pengetahuan tentu tujuannya
berharap siswa dapat memahami konsep dari perkalian tersebut. Untuk aspek
keterampilan, siswa diharapkan dapat terampil dalam menyelesaikan masalah
matematika yang berkaitan dengan materi perkalian. Untuk aspek sikap akan
berhubungan dengan aspek spiritual. Artinya, ketika siswa sudah memahami konsep
dan terampil dalam menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan dengan materi
perkalian, siswa diharapkan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut
contohnya:
dapat
diumpamakan sebagai kebenaran,
diumpamakan
sebagai keburukan, dan
diumpamakan
sebagai apa yang kita katakan (salah/benar), maka:
Sesuatu
kebenaran apabila kita katakan benar maka akan menghasilkan suatu kebenaran.
Sesuatu
kebenaran apabila kita katakan salah maka akan menghasilkan suatu keburukan.
Sesuatu keburukan
apabila kita katakan benar maka akan menghasilkan suatu keburukan.
Sesuatu
keburukan apabila kita katakan salah maka akan menghasilkan suatu kebenaran.
5. Hermenetika Pendidikan Matematika
Hermenetika
adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna. Hermenetika
pada mencakup pemahaman dan interpretasi ekspresi linguistik dan
non-linguistik. Jadi, hermenetika matematika ialah teori bagaimana
mengomunikasikan matematika, bagaimana matematika itu menerjemahkan dan
diterjemahkan dalam kehidupan agar mudah dipahami. Dalam hal ini contohnya
yaitu bagaimana matematika itu dikomunikasikan secara simbolik seperti simbol penjumlaha
, pengurangan
, perkalian
, dan pembagian
dan juga
interpretasi dari gambar, tabel, grafik, dan lain sebagainya. Simbol-simbol ini
berfungsi untuk mengomunikasikan matematika secara lebih singkat.
Sementara
dalam pendidikan matematika (Marsigit: 2012) menggambarkan bahwa hermenitika
pendidikan matematika itu digambarkan dengan contoh pendekatan gunung es (iceberg). Hermenetika dalam pembelajaran
matematika itu digambarkan dengan garis lurus dan lingkaran. Garis lurus
memiliki makna bahwa pembelajaran dan pengetahuan matematika akan seiring
berjalan dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Sedangkan melingkar
memiliki makna materi matematika saling berkaitan sehingga ketika akan
mempelajari konsep yang baru memerlukan konsep yang lama.
Selain itu
dalam hermenetika tersebut, matematika digambarkan pula dengan matematika
horizontal dan matematika vertikal. Matematika horizontal berarti keadaan
dimana siswa mempelajari matematika yang berkaitan dengan dunia nyata
berdasarkan cara dan bahasa mereka sendiri, masih menggunakan simbol yang
mereka buat sendiri dan belum mengenal simbol-simbol formal matematika. Sedangkan
matematika vertikal berarti keadaan dimana siswa sudah dapat menggunakan
simbol-simbol matematika formal untuk menyelesaikan setiap permasalahan
matematika.
Hermenetika
dalam pembelajaran matematika menggunakan prinsip gunung es. Dalam matematika
terdapat beberapa tingkatan. Tingkatan matematika ini seperti halnya fenomena
gunung es, dengan urutan mulai yang paling dasar yaitu, matematika konkret
(masih menggunakan benda-benda konkret), matematika model konkret, matematika
model formal, dan matematika formal (menggunakan simbol-simbol matematika). Seperti
halnya ketika siswa mempelajari materi bidang datar, diawali dengan kita
melihat benda konkret yang berbentuk bidang datar meliputi persegi, persegi
panjang, segitiga, lingkaran, dan lain-lain hingga siswa mampu
menginterpretasikan benda-benda konkret tersebut menjadi simbol-simbol persegi,
persegi panjang, segitiga, lingkaran, dan lain-lain.
KESIMPULAN
Manfaat filsafat pada
dasarnya sangat banyak dan dapat diaplikasikan kepada semua bidang di kehidupan
apabila sesuai dengan ruang dan waktunya, tak terkecuali dengan pendidikan
matematika. Secara filsafat, matematika dan pendidikan matematika tidaklah sama.
Matematika lebih menitikberatkan kepada matematika murni yang lebih cocok
diajarkan kepada orang dewasa. Sedangkan pendidikan matematika lebih kepada pendidikan
matematika dimana materi-materi matematika murni tidak semuanya diajarkan
kepada siswa. Artinya materi yang diajarkan disesuaikan dengan kebutuhan dan
psikologi siswa. Ketika belajar matematika, anak-anak menggunakan intuisinya.
Matematika dan pendidikan matematika seperti melebur menjadi satu sehingga
tidak terlihat perbedaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P. 2013.
Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah.
Semarang: Unissula Press
Atmoko, T. Garis-garis
Besar Program Pengajaran (GBPP)
Handika, K. D. 2017. Pentingnya Media dalam Meningkatkan Kualitas Belajar Siswa di Sekolah
Dasar. Universitas Pendidikan Ganesha
Jalaluddin & Idi, A. 2012. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Kristiawan, M. 2016. Filsafat Pendidikan: The Choice is Yours. Yogyakarta: Valia Pustaka
Jogjakarta
Mahnun, N. 2012. Media
Pembelajaran: Kajian terhadap Langkah-langkah Pemilihan Media dan
Implementasinya dalam Pembelajaran. Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 1
Januari-Juni 2012
Suparno, P. 2012. Pengembangan Karakter untuk Anak Zaman Sekarang. Universitas Sanata
Dharma
Suyitno, A. 2010. Sistem deduktif aksiomatis dalam matematika dan matematika sekolah.
Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Vol 1 No. 9 Tahun 2010.
Huri,
A. Z. Filsafat Ilmu. (Online) https://www.academia.edu/31940282/FILSAFAT_ILMU
diakses pada tanggal 31 Januari 2018
Nursanto,
B. Makalah Tujuan dan Manfaat Filsafat
Ilmu Pengetahuan Bagi Kehidupan Manusia. (Online) https://www.academia.edu/33214932/MAKALAH_TUJUAN_DAN_MANFAAT_FILSAFAT_ILMU_PENGETAHUAN_BAGI_KEHIDUPAN_MANUSIA
diakses pada tanggal 31 Januari 2018
Riztu,
T. Sejarah dan Filsafat Matematika.
(online) https://www.academia.edu/5448079/SEJARAH_DAN_FILSAFAT_MATEMATIKA
diakses pada tanggal 31 Januari 2018
Comments
Post a Comment