DITERMIN: JATUH PADA

Jatuh. Jatuh pada. Menjatuhkan pada. Begitu lah ditermin. Begitu lah diterminis. Ditermin berarti menjatuhkan sifat pada sifat yang lain. Diterminis berarti jatuhnya sifat pada. Dan diterministik itu menyadari bahwa tiada diriku tanpa sebagian sifat-sifat yang ada. Tak akan ada hidup jika tidak jatuh pada. Manusia bisa lahir ke dunia ini karena ayah jatuh pada ibu. Pada hakekatnya tujuan hidup manusia adalah jatuh pada atau determin. Maka lahirlah paham determinisme. Orang yang suka menjatuhkan sifat. Begitulah hidup, akan selalu menjatuhkan sifat dan dijatuhi sifat oleh orang lain. Ketika mendengar, melihat, merasakan sesuatu maka akan muncul bayangan, akan ada pelabelan sehingga menjatuhkan sifat pada apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan. Seperti contohnya ketika seseorang baru pernah terlambat sekali, kita menjatuhkan sifat pada orang tersebut dengan mengatakan "eh kamu, tukang terlambat". Hal tersebut menandakan kita menentukan nasib orang lain dengan menjatuhkan sifat pada orang tersebut.

Hidup itu tentang mengurangi dan menambah, layaknya ditermin. Ditermin ketika dikurangi maka akan lahirlah sebuah toleransi. Toleransi lahir karena sebuah kesabaran. Sabar itu sesuai ruang dan waktunya. Menyesuaikan terhadap ruang dan waktu, menyesuaikan antara penglihatan, pemikiran, pendengaran, dan tindakan terhadap ruang dan waktu. Menyesuaikan antara penglihatan, pemikiran, pendengaran, dan tindakan terhadap ruang dan waktu itu mempunyai dua arah, arah ke luar dan arah ke dalam. Arah ke luar itu realis sedangkan arah ke dalam itu idealis. Sifat toleran adalah mengurangi suatu sifat diterminis terhadap suatu sifat kepada sifat yang lainnya, yang berarti diterministik. Diterministik yaitu menyadari bahwa diriku tidak semata-mata hanya dikarenakan diriku tetapi diriku itu hanya sebagian dari sifat-sifat yang ada.  Maka seperti itu lah diriku, hanya sebagian sifat-sifat yang ada yang dijatuhkan orang lain kepadaku. Masa depanku tidak lah semata-mata karena diriku. Masa depanku campur tangan dari orang lain dan yang terpenting adalah kuasa Tuhan. Dan aku pun turut campur pada masa depan orang lain.

Sedangkan ketika ditermin ditambah maka akan terlahirlah sebuah keegoisan. Keegoisan akan membuat manusia ambisius, sombong, marah. Ambisius adalah keinginan keras untuk mencapai sesuatu. Ambisius merupakan ego ditambah ditermin ditambah cita-cita. Setiap manusia boleh memiliki ambisi dan boleh ambisius terhadap ambisinya tetapi harus sesuai dengan ruang dan waktu. Kesombongan muncul karena ia merasa bisa sehingga pasti akan menjatuhkan sifat kepada orang lain. Marah muncul ketika manusia tidak memiliki kesabaran, tidak mampu mengontrol sifat ditermin. Ketika melihat potensi tidak sabar dan tidak menerima maka sekitarnya adalah sisi manusia itu.

Ditermin itu bukanlah hal yang sepele atau tidak penting. Sepele atau tidak penting itu tergantung pada paham atau tidak. Contohnya tembok.  Dari yang kita tidak sadari sampai kita sadari. Contoh, tembok. Tembok dicat dengan warna cream. Kalau tembok tersebut bisa usul minta dicat warna biru misalnya, maka dari dulu sampai sekarang tembok itu selalu berkeluh kesah karena tembok tersebut tidak dicat dengan warna yang diinginkan karena kita tidak paham apa yang diinginkan tembok sehingga karakter tembok tersebut tertutup oleh cat wana cream. Jadi kegiatan mengecat tembok itu juga sebenarnya ditermin karena menentukan nasib tembok yaitu dengan jatuhnya sifat cat terhadap tembok. Ketika kita memandang seseorang itu sebenarnya ditermin juga, yaitu jatuhnya sifat pandangan kita kepada orang lain.

Sebenar-benarnya hidup adalah ditermin yang sesuai ruang dan waktu. Tak akan ada hidup jika tidak jatuh pada. Diterminis itu menentukan orang lain, menentukan nasib. Ketika kita menyadari ditermin maka kurangi kadarnya. Cari referensi kesadaran akan strukturnya sebagai bahan untuk merefleksikan diri. Contohnya, ketika kita didzolimi atau difitnah orang padahal kita tidak pernah melakukan hal seperti yang difitnahkan. Maka hal yang perlu dilakukan adalah menerimanya dengan ikhlas dan bersabar dan mencari referensi pemikiran dengan berikhtiar meminta pertolongan Allah. Mengapa demikian? Karena pada hakekatnya manusia itu dikaruniai kelemahan dan kelebihan. Kelemahan manusia itu tidak bisa menjangkau semuanya yang ada dan mungkin ada. Tetapi manusia memiliki kelebihan yaitu setiap manusia mempunyai potensi doa. Ketika fokus dalam berdoa maka doa-doa tersebut dapat ditingkatkan secara kualitas dan kuantitasnya. Dunia adalah bayangan. Dunia adalah pemikiran. Dunia adalah harapan. Manusia hanya bisa berharap, berikhtiar kepada Allah SWT diiringi dengan doa yang tiada putusnya.

Jadi, pada intinya sabar dan ikhlas menerima itu bukanlah semata-mata hanya untuk kepentingan duniawi tetapi juga untuk kepentingan akhirat. Dengan sabar dan ikhlas kita dapat menurunkan kadar determinis kita dengan merasa kita bisa melakukan segala sesuatu sehingga kita menjatuhkan sifat kepada orang lain. Dengan berdoa maka lahirlah sebuah harapan. Harapan tersebut akan terkabul apabila berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Kerjakan apa yang dipikirkan. Pikirkan apa yang dikerjakan. Doakan apa yang dipikirkan. Doakan apa yang dikerjakan. Doakan apa yang didoakan.

Comments

Popular posts from this blog

MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

AKSIOMATIK ANTARA MATEMATIKA DAN MATEMATIKA SEKOLAH

PHILOSOPHICAL AND THEORETICAL GROUND OF MATHEMATICS EDUCATION